DIVISI AMPHIBIA

Divisi Amphibia merupakan salah satu dari lima divisi di Kelompok Studi Herpetologi (KSH) Fakultas Biologi UGM. Amphibia merujuk pada takson dari kategori kelas yaitu Kelas Amphibia dimana dapat digambarkan bahwa objek kajian dari Divisi Amphibia adalah semua hewan anggota Kelas Amphibia misalnya katak, kodok, salamander, dan caecilia.

Divisi Amphibia telah memiliki Dewan Senior sebanyak 30 orang dari dahulu hingga sekarang. Spesialisasi yang diambil oleh Dewan Senior Divisi Amphibia sejauh ini masih terbatas pada katak dan kodok yang ada di Indonesia. 

Amphibia berasal dari kata dalam bahasa Yunani amphis yang berarti rangkap dan bios yang berarti hidup. Oleh karena itu, Amphibia diartikan sebagai hewan yang umumnya hidup di dua alam yaitu di darat pada fase dewasanya dan di air pada fase larvanya. Amphibia merupakan hewan tetrapoda pertama yang mengalami peralihan dari kehidupan di air ke kehidupan di darat (Vitt & Caldwell, 2009). Kelas Amphibia dapat dibagi ke dalam tiga ordo yaitu :

1. Ordo Anura (An= tanpa, uro= ekor), adalah amfibi yang tidak memiliki ekor pada fase dewasanya yang meliputi katak dan kodok dan jumlahnya sekitar 7686 spesies,
2. Ordo Caudata (Caudal= ekor, ata= atas), adalah amfibi yang memiliki ekor yang biasa disebut dengan salamander dan jumlahnya sekitar 822 spesies,
3. Ordo Gymnophiona (gymnos= telanjang, ophio= ular), adalah amfibi yang biasa disebut ular telanjang karena bentuknya seperti ular namun tanpa sisik atau biasa disebut caecilian dan jumlahnya sekitar 222 spesies.

Amphibia memiliki ciri-ciri umum berupa tetrapoda dan pentadactylus (kecuali apoda), kulitnya bersifat permeable, memiliki kelenjar mukus dan racun serta tidak terdapat sisik. Amphibia memiliki sistem pendengaran berupa membrane tympanum. Pernapasan pada Ampibia dapat terjadi melalui kulit dan paru-paru. Pada saat larva, Amphibia juga bernapas dengan insang. Terdapat tiga ruang pada jantung Amphibia yang terdiri dari dua atrium dan satu ventrikel. Amphibia bereproduksi secara eksternal, tetapi pada beberapa jenis salamander reproduksinya ada yang secara internal. Umumnya reproduksi pada amfibi bersifat ovipar . Selain itu, terdapat perilaku reproduksi pada Anura yang biasa disebut amplexus yakni proses Anura jantan menempel di punggung betina dan memeluk tubuh betina, lalu menekan perut betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga dapat dibuahi oleh individu jantan.

Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang dengan baik. Terdapat membrane niktitans pada mata mereka sehingga mampu melindungi mata dari debu dan kekeringan. Selain itu, mata Amphibia dapat digunakan untuk membantu menelan makanan dimana ketika mangsa sudah berada di dalam mulutnya, mata mereka akan berkedip dan matanya akan mendesak langit-langit pada mulut mereka dan makanan akan semakin mudah untuk ditelan. Otak bagian depan pada Amphibia menjadi lebih besar dan hemispherium cerebri terbagi sempurna (Hidayat, 2009).

Pada Ordo Anura, terdapat pembeda antara katak dan kodok berdasarkan pectoral girdle. Pada katak, pectoral girdle mereka bertipe firmisternal yaitu coracoids melekat sejajar dengan epicoracoid. Sementara itu, pada kodok, pectoral girdle mereka bertipe arciferal yaitu coracoids saling tumpang tindih (overlap) dengan epicoracoid. Selain itu, pelvic girdle antara katak dan kodok pun berbeda berdasarkan diapophysis sacralis masing-masing yang terletak di cingulum pelvicale. Pada kodok, bentuk diapophysis sacralis lebih tebal dan berbentuk seperti pita. Sementara itu pada katak, diapophysis sacralis berbentuk silindris dan ada peninggian pada tulang yang disebut ilium crest.

Seperti yang telah dijelaskan di awal, amfibi memiliki dua fase kehidupan yang berbeda. Fase tersebut adalah fase berudu yang merupakan fase dimana amfibi hidup di dalam air, dan fase dewasa dimana amfibi mulai berpindah di kehidupan darat. Oleh karena itu, amfibi termasuk hewan vertebrata yang mengalami metamorphosis sempurna. Ketika berudu, amfibia bernapas menggunakan insang dan setelah dewasa insang tersebut mulai menghilang dan mulai bernapas dengan paru-paru. Setelah dewasa pun, amfibi tidak sepenuhnya di darat karena mereka masih memerlukan air untuk bereproduksi, mencari makan, dan lain-lain. Namun, beberapa jenis amfibi misalnya dari Familia Plethodontidae tetap tinggal di dalam air dan tidak menjadi dewasa. Mereka selama hidup terus berada dalam fase berudu dan berkembangbiak secara neotoni atau paedomorfisme yaitu bentuk larvanya tetap hingga dewasa (Hidayat, 2009).

Habitat amfibi selalu di daerah yang berhubungan dengan air, misalnya sawah, sungai, pantai, kolam, danau, hutan primer atau sekunder, dan lain-lain. Persebaran amfibi di Indonesia dari Aceh hingga Papua dan selalu ada di setiap pulau. Terdapat sekitar 4600 jenis amfibi yang ada di dunia dan yang berada di Pulau Jawa sekitar 57 jenis (Iskandar, 1998).

Penelitian mengenai amfibi yang sudah dilakukan oleh KSH antara lain mengenai keanekaragaman Ordo Anura di berbagai tempat khususnya di Yogyakarta, preferensi pakan dari beberapa spesies anggota Ordo Anura dewasa, mekanisme pembentukan sarang busa pada katak pohon, anatomi pada tungkai beberapa jenis Ordo Anura, dan lain-lain.

Anggota:

1. Muhammad Ode Rahmadhani 

Kode              : A.29
Spesialisasi    : Nyctixalus margaritifer
Kontak           : odmuh99@gmail.com

2. Layla Anjani 

Kode              : A.28
Spesialisasi    : Megophrys lancip
Kontak           : laylaanjani@mail.ugm.ac.id 

3. Reny Ras Ninta Br Tarigan (Koordinator Divisi)

Kode              : A.30
Spesialisasi    : Pulchrana fantastica
Kontak           : renyrasnintabrtarigan2004@mail.ugm.ac.id

Komentar