Divisi Amphibia

Divisi Amphibia merupakan salah satu dari lima divisi di Kelompok Studi Herpetolofi (KSH) Fakultas Biologi UGM. Amphibia merujuk pada takson dari kategori kelas yaitu Kelas Amphibia dimana dapat digambarkan bahwa objek kajian dari Divisi Amphibia adalah semua hewan anggota Kelas Amphibia misalnya katak, kodok, salamander, dan caecilia.

Divisi Amphibia telah memiliki Dewan Senior sebanyak 27 orang dari dahulu hingga sekarang. Spesialisasi yang diambil oleh Dewan Senior Divisi Amphibia sejauh ini masih terbatas pada katak dan kodok yang ada di Pulau Jawa. Untuk selanjutnya akan dibahas lebih mendalam mengenai amphibian itu sendiri.

Amfibi berasal dari kata dalam bahasa Yunani amphis yang berarti rangkap dan bios yang berarti hidup. Oleh karena itu, amfibi diartikan sebagai hewan yang umumnya hidup di dua alam yaitu di darat pada fase dewasanya dan di air pada fase larvanya. Amfibi merupakan hewan tetrapoda pertama yang mengalami peralihan dari kehidupan di air ke kehidupan di darat (Vitt & Caldwell, 2009). Kelas Amphibia dapat dibagi ke dalam 3 ordo yaitu :

1. Ordo Anura (An= tanpa, uro= ekor), adalah amfibi yang tidak memiliki ekor pada fase dewasanya yang meliputi katak dan kodok dan jumlahnya sekitar 5.228 spesies,
2. Ordo Caudata (Caudal= ekor, ata= atas), adalah amfibi yang memiliki ekor yang biasa disebut dengan salamander dan jumlahnya sekitar 552 spesies,
3. Ordo Gymnophiona (gymnos= telanjang, ophio= ular), adalah amfibi yang biasa disebut ular telanjang karena bentuknya seperti ular namun tanpa sisik atau biasa disebut caecilian dan jumlahnya sekitar 171 spesies.

Amfibi memiliki ciri-ciri umum berupa tetrapoda dan pentadactylus (kecuali apoda), kulitnya bersifat permeable, memiliki kelenjar mucus dan racun serta tidak terdapat sisik. Amfibi memiliki sistem pendengaran berupa membrane tymphanum. Pernafasan pada amfibi dapat terjadi melalui kulit dan paru-paru. Pada saat larva, amfibi juga bernapas dengan insang. Terdapat 3 ruang pada jantung amfibi yang terdiri dari 2 atrium dan 1 ventrikel. Amfibi bereproduksi secara eksternal namun pada beberapa jenis salamander reproduksinya ada yang secara internal. Umumnya reproduksi pada amfibi bersifat ovipar . Selain itu, terdapat perilaku reproduksi pada anura yang biasa disebut amplexus yang merupakan proses dimana anura jantan menempel di punggung betina dan memeluk tubuh betina lalu menekan perut betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga dapat dibuahi oleh individu jantan.

Amfibi memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang dengan baik. Terdapat membrane nictitans pada mata mereka sehingga mampu melindungi mata dari debu dan kekeringan. Selain itu, mata amfibi dapat digunakan untuk membantu menelan makanan dimana ketika mangsa sudah berada di dalam mulutnya, mata mereka akan berkedip dan matanya akan mendesak langit-langit pada mulut mereka dan makanan akan semakin mudah untuk ditelan. Otak bagian depan pada amfibi menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna (Hidayat, 2009).

Pada Ordo Anura, terdapat pembeda antara katak dan kodok berdasarkan pectoral girdle. Pada katak, pectoral girdle mereka bertipe firmisternal yaitu coracoids melekat sejajar dengan epicoracoid. Sementara itu, pada kodok, pectoral girdle mereka bertipe arciferal yaitu coracoids saling tumpang tindih (overlap) dengan epicoracoid. Selain itu, pelvic girdle antara katak dan kodok pun berbeda berdasarkan diapophysis sacralis masing-masing yang terletak di cingulum pelvicale. Pada kodok, bentuk diapophysis sacralis lebih tebal dan berbentuk seperti pita. Sementara itu pada katak, diapophysis sacralis berbentuk silindris dan ada peninggian pada tulang yang disebut illium crest.

Seperti yang telah dijelaskan di awal, amfibi memiliki dua fase kehidupan yang berbeda. Fase tersebut adalah fase berudu yang merupakan fase dimana amfibi hidup di dalam air, dan fase dewasa dimana amfibi mulai berpindah di kehidupan darat. Oleh karena itu, amfibia termasuk hewan vertebrata yang mengalami metamorphosis sempurna. Ketika berudu, amfibia bernapas menggunakan insang dan setelah dewasa insang tersebut mulai menghilang dan mulai bernapas dengan paru-paru. Setelah desawa pun, amfibi tidak sepenuhnya di darat karena mereka masih memerlukan air untuk bereproduksi, mencari makan, dan lain-lain. Namun, beberapa jenis amfibi misalnya dari Familia Plethodontidae tetap tinggal di dalam air dan tidak menjadi dewasa. Mereka selama hidup terus berada dalam fase berudu dan berkembangbiak secara neotoni atau paedomorfisme yaitu bentuk larvanya tetap hingga dewasa (Hidayat, 2009).

Habitat amfibi selalu di daerah yang berhubungan dengan air, misalnya sawah, sungai, pantai, kolam, danau, hutan primer atau sekunder, dan lain-lain. Persebaran amfibi di Indonesia dari Aceh hingga Papua dan selalu ada di setiap pulau. Terdapat sekitar 4600 jenis amfibi yang ada di dunia dan yang berada di Pulau Jawa sekitar 57 jenis (Iskandar, 1998).

Penelitian mengenai amfibi yang sudah dilakukan oleh KSH antara lain mengenai keanekaragaman Ordo Anura di berbagai tempat khususnya di Yogyakarta, preferensi pakan dari beberapa spesies anggota Ordo Anura dewasa, mekanisme pembentukan sarang busa pada katak pohon, anatomi pada tungkai beberapa jenis Ordo Anura, dan lain-lain.


Daftar DS dari Divisi Amphibia yang aktif:


1. Maximilianus Dwi Prasetyo 
Kode DS        : A.25
Spesialisasi    : Litoria pinocchio
Email             : maximilianusdwi@mail.ugm.ac.id


2. Muhamad Afnisa'a Rozaqi
Kode DS        : A.26
Spesialisasi    : Barbourula kalimantanensis
Email             : af.rozaqi810@mail.ugm.ac.id


3. Irfan Ilyas (Koordinator Divisi)
Kode DS        : A.27
Spesialisasi    : Rhacophorus nigropalmatus
Email             : irfan.ilyas1412@gmail.com

Komentar